Saturday, January 21, 2012

I Was Born To ...


Ia, malaikatku yang membuatku dapat merasakan indahnya hidup, hangatnya disayangi, bahagianya di hargai dan dicintai. Ialah yang membuatku dapat bernapas, mengecap manisnya kehidupanku saat ini. Dan aku bersyukur telah mengenalnya. Tentu saja, ia Bundaku :)

14 tahun silam, saat ketika ia berjuang diantara hidup dan matinya, tanpa ada seorang pun yang dapat menolongnya. Ia telah mempasrahkan segala hal kepada Tuhan. Semua orang yang mencintainya, mengiringi peristiwa ini dengan doa, terutama seorang lelaki yang sekarang kusapa Papa. Tetesan peluh mengalir deras menuruni kedua pipinya. Rasa takut dan bahagia berkecamuk di hatinya. Erangan demi erangan menghiasi kelamnya malam saat itu. Walau lelah, ia tetap berjuang. Walau sempat gagal, ia 'tak berhenti mencoba. Malaikat pemberi kehidupan. Malaikat penolong jiwa dan raga. Betapa hebatnya ia, betapa hebatnya para Ibu.

Tak jarang ada seorang Ibu yang kehilangan nyawanya dan memberi kehidupan bagi anak yang di lahirkannya. Entah apa yang dirasakan anak tanpa Ibu itu, anak yang terlahir dari kematian, anak yang terlahir dari tangisan. Namun, tentu saja, anak itu 'tak nista, 'tak berdosa, 'tak terkutuk. Karena seorang anak adalah titipan Tuhan, yang Ia berikan lewat malaikatnya. Dan aku bersyukur, Bunda bukanlah salahsatu dari berjuta malaikat yang telah melepaskan sayap duniawinya ketika melahirkanku.

Flashback

Hari ini adalah hari pertamaku menatap dunia. Aku mulai melihat sekelilingku dari dekapannya, Bundaku. Aku terlahir dengan nama yang indah pemberian Bunda dan Papa. Saat ini, tentunya aku belum bisa banyak bergerak dan berbuat apa-apa. Aku hanya tertidur di pelukan hangat Bunda. Namun, disela-sela itu, aku juga memperhatikan sekelilingku. Dan kulihat seorang wanita muda cantik nan anggun sedang tersenyum padaku dan mengecup lembut keningku. Dengan naluri seorang bayi yang diberi Tuhan, aku segera tahu bahwa ia Bundaku.

Aku sangat mencintai Bunda sejak awal bertemu.  Dan ia pun mencintaiku. Ia selalu berbisik di telingaku sebelum aku tertidur, "Bunga, Bunda mencintai dan menyayangimu." Kata-kata yang slalu membawaku menuju mimpi-mimpi indahku. Terkadang aku menangis tiada henti, namun aku tahu dan aku yakin, itu 'takkan merubah perasaan Bunda terhadapku, Bunda tetap mencintaiku.

Walau terasa susah, aku selalu berusaha untuk tersenyum pada Bunda ketika ia juga tersenyum padaku. Dengan berjalannya waktu, akupun tumbuh semakin besar dengan bakat yang masih terpendam. Di usiaku yang ke-4 tahun, Bunda dan Papa memberiku hadiah sebuah piano kecil. Dalam waktu 3 hari, aku bisa menguasai beberapa lagu-lagu anak dan menghafal semua notasinya. Mulai saat itu, aku menyukai piano. Aku senang, mereka telah mengenalkanku pada benda bertuts hitam-putih itu.

Dengan bertambahnya usiaku, banyak perubahan yang terjadi pada diriku. Namun, ada satu hal yang 'takkan pernah berubah hingga saat ini. Bunda, masih berbisik di telingaku "Bunga, Bunda mencintai dan menyayangimu."

Begitu pentingkah aku untuk Bunda? Mengapa ia tega mengorbankan nyawanya untuk kelahiran seorang bayi perempuan sepertiku? Aku 'tak tahu jawaban dari pertanyaan itu, bahkan hingga detik ini. Aku ingin membalas semua kebaikan yang telah dilakukannya untukku. Di detik detik terakhir hidupku, aku ingin membuatnya bahagia. Itulah tugas yang Tuhan titipkan padaku, menjaganya, membuatnya bahagia dan bangga karena telah melahirkan anak sepertiku. Tentu saja! Aku akan melakukannya.

"I was born to keep her, to give her happiness and proud that gave birth to a child like me."

No comments:

Post a Comment